Mittwoch, 4. Juni 2014

Nasibku Menjadi Kertas dan Pensil



Aku dulu berumur lebih dari seratus tahun
tinggal bersama saudara-saudara serumpun
bahkan leluhurku sudah ada sebelum manusia dilahirkan
tetapi semuanya berubah perlahan-lahan
sejak beberapa tahun kebelakang
ruang gerakku semakin berkurang
hidupku semakin susah
udara tempatku berhirup
sangat menyesakkan
asap pabrik makin merambah
baunya menyesakkan


Juga para temanku, hewan-hewan itu
hidup mereka tambah sulit
udara bau, kotor dan menyengat
hujanpun malas turun ketempatku
ya …  ini semua karena kejahatanmu
hai … kau para manusia


Asap itu menyelimuti pandanganku
menutup harapan dan mimpi-mimpiku
kami menjadi lemas tak berdaya


Tubuhku dari waktu ke waktu semakin kecil
di saat-saat waktu yang sulit
ku tak mampu membersihkan
kotoran dari tubuhku
benar … benar dekil
tapi aku tak ingin menyerah
walaupun hanya sedikit
bahkan aku luput
dari gunung meletus, banjir,
dan gempa bumi yang ganas


Belum lama, aku sadar bahwa itu hanya harapan
tiba-tiba datang seseorang dengan senter di tangan
mengukur tubuhku dengan penuh senyuman

Di malam hari, dia meninggalkanku
oh … sedih hatiku …
tak satupun
yang bisa menolongku
ku tak bisa menghisap air lagi
daun-daunku jatuh berguguran
apa yang akan terjadi ?
oh … teka-teki ini tak terjawab lagi


Pagi dini hari, mereka datang kembali
suara gergaji memekakkanku
merobek tajam jantungku
rasa sakit tak kurasakan lagi
itulah saat kematianku


Aku jatuh ke bumi perlahan-lahan
semua keluarga kecilku menjadi lempengan
sampai ke akar-akarku tak mereka tinggalkan


Mereka membawaku ke pabrik
melemparku ke api
merubah bentukku
jeritan mesin-mesin memuakkanku
tidak ada lagi yang tersisa dari tubuhku yang dulu
mereka menjadikanku kertas dan pensil


*Lindungilah hutan kita*




Indriati See - Hofheim im Ried, 14 Maret 2011

Keine Kommentare:

Kommentar veröffentlichen