Dienstag, 15. Juli 2014

Lolong-lolong dalam Maya

.
Di belahan khatulistiwa
hayati perlahan lelap karena penat
mulai terdengar lolong-lolong dalam maya
kadang membuat sukma pilu kadang ceria
mengikuti sisa-sisa jejak pagi, siang dan senja
raga dan diri pun diam sesaat
termenung dan hanyut dalam jejak-jejak
haruskah berlaku demikian ?
bukankah ada Sang Maha Pengaman ?
yang sanggup menenangkan lolong-lolong
dari tindihan dan sayatan ?
.
Ah … kau maya-maya
kehidupanmu membingungkan
bahkan mengherankan
kadang juga memukau sukma
dan berharap semua hanya sandiwara
yang akan usai jika fajar tiba
Indriati See - HiR, 01.07.2014



Catatan dari seorang komentator:

zitat: 
"See, sobat Indonesia-ku
Di Jawa ada pemahaman nenek moyang,
kalau dunia modern menyebutnya meta-fisika tanah.
Orang-orang tua selalu bertutur:
“Omahmu sing pojoaan rodo panas..”, misalkan
Itu adalah tanda interaksi energi positif.
Untuk mendinginkan biasanya, dibuatkan
pintu angin atau jendela. Lalu..
Poro sepuh akan bilang “Iki apik, adem…”.
Di atas itu sekadar kisah masa kecil,
yang aku rekam dan teranalisa
setelah dewasa.
Maya adalah semacam sekat
interaktif antar energi.
Terasa kalau naik gunung,
Melihat scenery sekitar, misalnya
indah dan nyaman,
kadang tubuh seperti melayang.
Itu juga sekadar kisah.
Karena sajakmu yang indah itu
memantik serpihan analisa.
Jadi segala yang maya,
adalah bisa dirasa dan dipahami.
Maaf agak panjang komentarnya.
Salam Pemilu - Tasch Taufan"


Published in Kompasiana

 


Keine Kommentare:

Kommentar veröffentlichen