Freitag, 30. Mai 2014

Malapetaka Bagi Kaumku

Ku bersumpah dengan tulus dan suka cita
terhadap Kemahakuasaan yang dapat menghukumku
karena kebutuhan hidup, ku diperlakukan seperti hamba
pemuas hasrat jiwa dan raga,
tuk mereka wahai orang-orang kaya !
.
Bumi Pertiwi kehilanganku sebagai istri dan ibu
mereka paksa jiwaku keluar dari raga
takdirkah itu ?
atau
aku dilahirkan sebagai korban
permainan komoditas tanpa arah dan tujuan ?
.
Mereka berbicara antara “cinta” dan “malu”
cinta? - Tidak bagiku, karena tak membawa kebahagiaan di bumi
cinta membawa penghinaan dan iri hati
ku dicintai hanya dengan nafsu ragawi
.
hidupku tak mengenal cinta sejati
mungkin dicintai …
oleh seseorang yang tak ku ketahui ?
.
malu? - Ya bagiku, dan sering kurasakan
ku malu ketika mereka membayar ragaku
ku malu tuk tak bisa berbuat hal yang mulia
ku malu dari tuntutan hukum dan dari luka-luka
ku malu ketika tak bisa memberi kebahagiaan
ku malu … ku sangat malu …
.
Dunia ini indah bagi mereka
ku selalu bermimpi memperoleh pesona itu
kemudian menyebarkannya kepada kaumku
.
Dunia ini tidak adil bagiku
tak bisa ku menyangkalnya
jiwa-jiwa kaumku yang telah mendahului
hanya bisa bertepuk tangan memuji
dan ku bertanya pada diriku sendiri
haruskah aku mengikuti ?
sia-sialah hidupku ini …

*Puisi tuk kaumku yang tertindas*

 Indriati See - Hofheim im Ried, 20 Juni 2011

Published in Kompasiana 
Image

Keine Kommentare:

Kommentar veröffentlichen