Mittwoch, 6. Juli 2011

Tiga Ekor Capung


Musim panas hampir berakhir dimana sinar matahari tidak lagi terlalu menyengat kulit. Ketika aku sedang menikmati secangkir kopi Bali di teras, terlihat tiga ekor capung mengunjungi kebunku, terbang mengelilingi tanaman bunga rose. Satu ekor sibuk memperhatikan bunga rose yang mungkin sangat menarik baginya dan dua ekor lainnya saling berkejaran seperti sedang dimabuk asmara. Aku tersenyum memperhatikan mereka bertiga, alangkah bahagianya mereka, menikmati indahnya bunga-bunga dan hangatnya sinar matahari sekali setahun selama tiga bulan. Bentuk tubuh mereka tidak besar seperti saudara-saudara mereka di horizon, warna tubuhnya juga tidak secantik saudara-saudaranya tsb. Tetapi, aku mempunyai kesan bahwa hidup mereka lebih bahagia di sini, di negeri empat musim ketimbang saudara-saudara mereka yang tinggal di horizon.

Seandainya mereka bisa berbincang-bincang, ingin sekali aku bertanya apabila mereka mengetahui nasib saudara-saudara mereka di horizon, tempat dimana aku dilahirkan, tempat dimana matahari bersinar selama 365 kali pertahun.

Oh Tjapoeng-Tjapoeng yang elok !, nun jauh disana, di horizon yang selalu panas dan lembab, dimana kemungkinan anak-anakku, keponakan-keponakanku tidak mengenal kalian lagi, karena tempat tinggal kalian sudah berubah menjadi beton-beton yang buruk rupanya, pohon-pohon tempat tinggal kalian sudah habis ditebang, bunga-bunga liar tempat kalian bermain-main sudah tidak ada lagi, tidak ada lagi air jernih yang mengalir, yang ada hanya bunga-bunga yang ditanam di pot-pot dari plastik atau seng yang sama sekali tidak cantik dan alami.

Tangan-tangan jahil tidak memberi kesempatan kepada kalian untuk berkembang-biak, saudara-saudara kalian tidak sebanyak seperti dahulu ketika aku masih kanak-kanak, itulah konsekwensi yang harus kalian terima. Maafkan mereka kawan-kawan kecilku !, mereka yang tidak perduli atas kelangsungan habitat kalian. Sangat disesalkan ! tetapi begitulah yang terjadi! 
 
Walaupun lingkungan kalian terancam, aku memohon: „Tolong, tetaplah tinggal bersama kami !”, kami akan sisakan tempat di halaman rumah, dan tentunya tempat tsb akan kami tanami tanam-tanaman yang membuat kalian betah. Aku ingin anak dan cucuku mengenal kalian dan akan aku ajarkan kepada mereka bagaimana merawat tempat tinggal kalian dan melarang mereka untuk tidak merusaknya lagi.

Selamat jalan tamu-tamu kecilku yang elok, kalau aku boleh tahu, ke arah mana kalian terbang bila musim dingin tiba ?. “Jangan pernah bosan ya ! mengunjungi kebunku lagi, di musim panas yang akan datang”. Pesanku: “Terbang … terbanglah yang jauh sampai ke horizon dan berkembang-biaklah disana agar anak-anak dan cucu-cucuku tetap mengenal kalian untuk selamanya…”


Oleh: Indriati See 


Published in Kompasiana